Sudut Pandang

MASIHKAH INDONESIA SWASEMBADA BERAS ?

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Jawaban atas pertanyaan judul tulisan diatas adalah tegas : masih ! Lalu, apakah dengan bakal dilakukannya impor beras sebesar 2 juta ton tahun ini, Indonesia masih relevan disebut sebagai negeri yang berswasembada beras ? Jawabnya juga pasti : relevan ! Kemudian, kalau jawaban nya seperti itu, mengapa banyak pihak yang masih mempersoalkan swasembada beras ?

Soal swasembada beras, sebetulnya bukan hal yang baru bagi bangsa kita. Sudah dua kali bangsa ini mendapat pengakuan dan penghargaan dari Badan Pangan Dunia (FAO) dan Lembaga Riset berkelas dunia sekaliber IRRI, sebagai negeri yang mampu meraih swasembada beras. Pertama di tahun 1984 yang dikukuhkan dalam Sidang Tahunan FAO di Roma, Itali.

Dan kedua pada tahun 2022 yang pengukuhannta dilakukan di Jakarta atas kisah sukses negara kita dalam meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian. Bahkan selama 3 tahun berturut-turut (2019-2021), Indonesia mampu menutup rapat-rapat kran impor beras dan mengandalkan kebutuhan berasnya dari hasil produksi petani dalam negeri.

Satu argumen yang menyatakan Indonesia sekarang masih sah menyandang atribut swasembada beras, sekalipun tahun lalu kita impor 500 ribu ton dan tahun ini Pemerintah berencana impor beras sebesar 2 juta ton, adalah seperti yang disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional. Menurut nya,
Indonesia tetap masih bisa dikatakan swasembada beras, karena masih bisa memenuhi 90% kebutuhan beras dari dalam negeri.

Bangsa ini, harus mengapresiasi Kementerian Pertanian. Sebab, dari 30 juta ton beras kebutuhan bangsa tahun kemarin (2022), kita hanya mengadakan impor khusus sebesar 500 ribu ton. FAO mendefinisikan swasembada itu adalah apabila produksi kita dapat memenuhi 90% dari kebutuhan nasional. Kalau kebutuhan 30 juta, 10% nya berapa? Kalau mengimpor 500 ribu ton, jelas masih memenuhi kriteria swasembada.

impor beras sendiri diputuskan karena Pemerintah menyiapkan sebanyak 10 kg beras sebagai bansos untuk 21,353 juta kelaurga penerima manfaat (KPM). Bantuan Beras Kebaran ini akan digelontorkan selama 3 bulan, mulai Maret-Mei 2023. Memilukannya, stok Perum Bulog saat ini hanya sebanyak 220 ribu ton. Dari mana kita akan memberi beras kepada warga bangsa yang kurang diuntungkan dengan adanya pembangunan, bila tidak segera ditempuh impor beras ?

Sekalipun ada proyeksi surplus produksi beras Januari-April 2023, kelihatannya tidak bisa menutupi kekurangan, sehingga harus impor untuk memenuhi Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Bayangkan,
surplusnya cuma 1,3 juta ton. Padahal kebutuhan sebulan sekitar 2,5 juta ton. Artinya, kemampuan kita kurang dari setengah bulan. Ironis, mau mengelola negara dengan stok setengah bulan.

Pemerintah paham betul, soal beras di negeri ini akan berhubungan langsung dengan keberlangsungan nyawa dan kehidupan warga bangsa. Beras merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Tanpa beras seolah-olah tidak ada kehidupan. Beras harus selalu ada dan tersedia setiap waktu. Itu sebabnya, menjadi sangat masuk akal jika Pemerintah tidak ingin main-main dengan masalah beras.

Kunci keterukuran dari ketersediaan beras yang kita miliki, akan sangat ditentukan oleh hasil produksi para petani di dalam negeri dan cadangan beras Pemerintah yang dimiliki. Di atas kertas, produksi padi ditengarai akan meningkat. Lalu bagaimana dengan fakta di lapangan. Inilah yang masih menjadi tanda tanya besar. Orang pun wajar jika bertanya kalau beras itu ada, maka dimana beras itu berada ?

Pengalaman tahun lalu, betul-betul memalukan dan tidak boleh terjadi lagi di masa depan. Saat itu, kita butuh beras sekitar 600 ribu ton untuk menambah cadangan beras Pemerintah. Pemerintah langsung menugaskan Perum Bulog untuk memperolehnya. Anehnya, sekalipun beredar info, beras melimpah di dalam negeri, ternyata Perum Bulog cukup kesulitan memenuhinya.

Sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, terbukti Pemerintah tidak mampu mencapai target pengadaan beras sebesar 600 ribu ton. Perum Bulog hanya mampu memperoleh beras dibawah angka 200 ribu ton saja. Pertanyaannya, jika beras itu berlimpah, mengapa Pemerintah begitu kesusahan mendapatkan beras ? Bila demikian adanya, dimana sebetul nya beras itu berada ? Di petani, jelas tidak ada. Apakah ada di pengusaha penggilingan, di bandar atau di tengkulak ?

Semua dugaan ini, mestinya dapat dijawab dengan akurat, jika kita nemiliki data yang berkualitas. Catatan pentingnya adalah apakah kita memiliki nya ? Apakah Badan Pusat Statistik selama ini telah diberi anggaran yang pantas untuk dapat menampilkan diri sebagai lembaga data yang handal ? Atau tidak, mengingat kesadaran tentang pentingnya data masih belum mampu menyentuh hati para pengambil kebijakan ?

Data beras yang berkualitas, benar-benar sangat kita butuhkan. BPS bersana lembaga Pemerintah terkait, seharusnya jangan hanya bermain dengan prediksi atau proyeksi, namun yang lebih relevan untuk ditempuh adalah bagaimana BPS mampu memberi keyakinan kepada warga bangsa tentang data yang dirilisnya ? Betulkah sampel yang diambil BPS sudah menggambarkan ketepatan seperti yang diharapkan ?

Beberapa bulan ke depan, kembali bangsa ini akan menyelenggarakan Sensus Pertanian 2023. Saat itulah, kita akan mendata ulang bagaimana potret pertanian dan gambaran petani dalam data dan angka. Kita percaya BPS telah menyiapkan banyak pertanyaan yang ingin diajukan kepada Keluarga Besar Pertanian di seluruh Tanah Air. Kita yakin pertanyaan tersebut telah disiapkan secara matang dan sesuai dengan apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan kita bersama.

Akhirnya, tentu kita berharap agar Sensus Pertanian 2023 mampu memberi solusi cerdas atas terjadinya kekisruhan data produksi beras yang hingga kini masih sering diperdebatkan banyak pihak. Secara data dan angka Sensus Pertanian 2023, mestinya mampu memberi keyakinan kepada kita bersama, terkait dengan potret terkini pertanian dan petani. Termasuk memberi keyakinan, Indonesia sekarang masih layak disebit swasembada beras.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *