Sudut Pandang

NAIKKAN HARGA GABAH, TURUNKAN HARGA BERAS

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Gabah beda dengan beras. Dengan begitu, keliru sekali jika ada yang berpandangan gabah adalah beras. Dalam kehidupan keseharian, gabah adalah “kepunyaan” petani, karena pada saat panen, petani menjual hasil panennya berupa gabah. Sedangkan beras adalah “miliknya” para pedagang, pengusaha penggilingan padi, bandar dan tengkulak. Atas hal yang demikian, wajar jika di masyarakat muncul istilah Petani Gabah dan Pedagang Beras.

Walau gabah dan beras ibarat “bapak dan anak”, namun Pemerintah tidak menetapkan gabah sebagai komoditas politis. Justru beraslah yang divonis sebagai komoditas politis dan strategis. Padahal, kebijakan Pemerintah dalam menetapkan harga beras, pasti akan berbasis pada penentuan harga gabah terlebih dahulu. Itu sebabnya, penentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) selalu bersamaan penetapannya.

Penetapan HPP Gabah dan Beras, tentu akan mengacu pada berbagai pertimbangan. Di masa lalu, kita memiliki Rumus Tani sebagai dasar utama penentuan Harga Dasar dan Harga Atap. Pemerintah ingin agar penetapan Harga Dasar Gabah tidak merugikan petani sebagai akibat adanya inflasi. Atau adanya kenaikan harga pupuk, obat-obatan, dan lain sebagainya. Akibatnya, setiap tahun Harga Dasar Gabah selalu dinaikkan.

Sekarang kita tidak lagi menerapkan kebijakan Harga Dasar dan Harga Atap. Atas tekanan IMF saat reformasi berlangsung, Pemerintah diminta mengganti kebijakan Harga Dasar dan Harga Atap oleh HPP. Dengan kebijakan HPP, memang tidak ada kewajiban Pemerintah untuk membeli gabah petani jika harga gabah yang terjadi di pasar berada di bawah HPP.

Seiring dengan itu, IMF juga meminta agar BULOG berganti status. BULOG yang semula merupakan akronim dari Badan Urusan Logistik dalam status sebagai Lembaga Pemeribtah Non Departemen (LPND), dimintakan untuk berubah menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam bentuk Perusahaan Umum. BULOG dalam posisi Perum hanyalah sebuah ikon yang hanya memiliki nilai sejarah.

Perum BULOG tidak lagi tampil sebagai perumus kebijakan dalam melaksanakan fungsi pengadaan dan penyaluran bahan pangan, khususnya beras, namun sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor. 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional, Perum BULOG hanyalah sebagai operator pangan. Perum BULOG tidak memerankan diri lagi sebagai lembaga parastatal sebuah negara.

Terkait dengan harga beras, saat ini tengah berlangsung situasi yang diluar kebiasaan. Harga beras di pasar terekam merangkak naik dan susah untuk diturunkan. Padahal, Pemerintah telah menggelontorkan beras impor dan sekarang pun para petani sedang melangsungkan panen raya. Langkah ini mestinya mampu menurunkan harga beras di pasar. Sayangnya, harapan tersebut seperti yang cukup sulit untuk diwujudkan.

Naiknya harga beras ternyata tidak dibarengi dengan naiknya harga gabah yang cukup signifikan. Di beberapa daerah, malah pada saat panen raya ini harga gabah terekam anjlok. Pemerintah sendiri sepertinya lebih memfokuskan diri kepada naiknya harga beras. Padahal, kalau semangatnya melakukan perlindungan kepada petani, maka harga gabah, jangan sampai dibiarkan melorot. Harga gabah diupayakan yang dapat memberi keuntungan riil bagi petani.

Adanya kebijakan Pemerintah yang menaikkan HPP Gabah dan Beras sekitar 19 %, sebetulnya merupakan jawaban Pemerintah yang mengabulkan usulan petani agar HPP Gabah dan Beras dinaikkan, mengingat selama 3 tahun berturut-turut sejak tahun 2020 lalu, Pemerintah tidak menaikannya. Padahal, inflasi terus berjalan, harga BBM naik, harga pupuk naik, harga obat-obatan pemberantas hama tanaman setiap tahun memperlihatkan peningkatan cukup terukur.

Pertanyaannya adalah apakah dengan kenaikan HPP Gabah dan Beras sekitar 19 % itu telah memberi kepuasan kepada para petani ? Lalu, bagaimana kaitannya dengan biaya produksi padi per hektar yang semakin meningkat, sehingga perwakilan petani yang tergabung dalam HKTI dan SPI, menghitung kenaikan HPP Gabah dan Beras itu berkisar sekitar 28 % sehingga Harga Gabah Kering Panen menjadi Rp. 5.600,- per kilo gramnya dan Harga Beras menjadi Rp. 9.950,- per kilo gram nya.

Jawaban atas pertanyaan ini memang kita butuhkan. Setidaknya, jika jawabannya pas, maka kita akan mengetahui sampai sejauh mana Pemerintah berpihak ke petani selaku produsen pangan dan masyarakat selaku konsumen. Yang susah adalah bila kita memang ingin memuaskan semua pihak. Berpihak ke petani, mestinya harga gabah dinaikan, sehingga betul-betul mendongkrak kesejahteraan petani. Apalagi jika diketahui, sebagian besar petani kita berujung di gabah.

Di sisi lain, kalau Pemerintah mau memperlihatkan keberpihakannya ke konsumen, mestinya harga beras diturunkan. Problemnya adalah mungkinkah langkah untuk menaikkan harga gabah dan menurunkan harga beras ditempuh dalam kurun waktu bersamaan dan ditetapkan dalam satu regulasi ? Susah memang. Selama ini rumusan yang digunakan dalam penetapan HPP Gabah dan Beras selalu saling berkaitan dan tidak dihitung masing-masing.

Untuk menentukan berapa sebaiknya HPP Beras ditetapkan, Pemerintah pasti mendasarkan pada HPP Gabah. Penentuan HPP Gabah, tentu akan mengacu kepada biaya produksi yang dikeluarkan para petani dalam menggarap usahatani padinya. Pada saat menentukan biaya produksi inilah sering terjadi perbedaan pandangan. Hanya yang jadi pegangan Pemerintah, mestinya penentuan HPP Gabah ini jangan sampai merugikan petani.

Lalu, bagaimana dengan penentuan HPP Beras nya sendiri ? Pemerintah, tentu tidak ingin memberatkan masyarakat. Namun, HPP Beras pun jangan sampai merugikan para pedagang. Kalau pun ada pemikiran naikkan harga gabah dan turunkan harga beras, sehingga kepentingan petani dengan gabahnya sekaligus kepentingan pedagang dan masyarakat lewat berasnya ingin terpenuhi, lagi-lagi perlu dicarikan solusi yang mampu memberi kepuasan kepada semua pihak.

Naikkan harga gabah dan turunkan harga beras, sebagai sebuah semangat, memang perlu menjadi pemikiran bersama. Petani, tentu harus hidup sejahtera. Pedagang juga harus memperoleh keuntungan. Dan masyarakat pun jelas tidak boleh dirugikan. Itu sebabnya, dalam setiap penetapan HPP Gabah dan Beras, kita harus mampu menentukannya secara wajar. Kita butuh harga gabah dan harga beras yang wajar. Persoalannya, bagaimana kita mampu melahirkan harga yang wajar itu ?

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *