Agro

Pendekatan Spritual Untuk Meningkatkan Kinerja Usaha Agribisnis Peternakan

“Agribisnis” sebuah kata singkat yang menyulap perhatian banyak orang, seakan telah membuat adrenalin para pelaku usaha di bidang pertanian peternakan atau yang mencintai sektor itu menjadi bergitu bersemangat, bergairah dan menaruh harapan besar akan sebuah keberhasilan, yang selama itu masih “merasa belum berhasil”.

             Dulu orang menyebutnya ber “usahatani” atau ber “usahatani ternak”, yang dalam konteks teori dikatakan sebagai usaha komersial. Artinya hanya membeli input produksi di pasar, lalu mengelola usaha produksi primer tanaman atau pun ternak hingga siap dipasarkan, kemudian menjual kembali hasilnya ke pasar dengan tingkat harga tertentu guna memperoleh sejumlah keuntungan. Hanya itu, ya hanya itu. Berapa besar keuntungannya? Tentu relatif kecil. Tapi apakah usahatani ternaknya sudah dapat dikatakan terkelola secara efisien? Apakah kualitas hasilnya cocok dengan kebutuhan pembeli atau konsumen? Ataukah nilai tambahnya sudah maksimal? Dan banyak pertanyaan orientasi bisnis lainnya? Jawabnya belum. Lah kenapa?

            Hal inilah persoalan yang patut dijelaskan. Kita tentu berharap bukan hanya pelaku usaha agribisnis saja yang memahaminya, tetapi para pengelola kebijakan dan atau pendamping operasional lapangan juga patut memahaminya. Berdasarkan pengamatan, masih banyak petugas aparat dinas yang belum tahu persis apa dan seperti apa seharusnya operasionalnya.

            Begini jawabnya.  Begitu kita mendeklarasikan membangun usaha agribisnis, maka sejak itu pula kita harus sudah ada perencanaan usaha agribisnis tanaman atau peternakan, menyangkut: tentang inovasinya, teknologinya, skala usahanya, kecocokan berdasarkan tanah dan iklim lingkungan, manajemen produksinya, manajemen pasca panennya, kualitas dan kuantitas produksinya, efisiensi dan nilai tambahnya, manajemen pemasarannya, serta kemungkinan kontinuitas supplay atau pun pembelinya atau deman nya. Pembeli atau pasar ada dimana dan seperti apa permintaannya, kendaknya harus dipahami terlebih dahulu. Setidaknya hal-hal itulah yang harus menjadi pemahaman insan SDM pertanian (pelaku maupun pembinanya).

            Mungkin saja akan muncul pertanyaan berikutnya. Bila sudah dilakukan semua hal tersebut diatas, apakah sudah yakin usaha agribisnis itu akan berhasil. Secara teknis maupun secara teoritikal mengatakan semestinya ya, harus berhasil dan pasti berhasil. Karena itulah para penutur mengatakan “mari kita lakukan langkah-langkah pembangunan usaha agribisnis secara baik dan benar, demi untuk keberhasilan pelaku usaha agribisnis”. Lalu apa indikator keberhasilan sebuah usaha agribisnis??. Pertama, tentu hasil produksi sesuai dengan perencanaan, menyangkut kualitas, kuantitas, kontinuitas ketersediaan, dan memuaskan kebutuhan serta harapan konsumennya, karena senantiasa menggunakan teknologi. Kedua, laba atau tingkat keuntungannya maksimal, karena mampu diproduksi secara efisien dan senantiasa berorientasi nilai tambah, menerapkan teknologi tepat guna (sesuai kebutuhan), dan berlandaskan skala usaha ekonomis. Ketiga, hasil produksi diminati konsumen dan cenderung semakin bertambah peminatnya.  Keempat, semua pelanggannya merasa puas (sesuai dengan kebutuhan dan harapan konsumennya). Kelima, secara aktual fisikal tampak usahanya semakin berkembang. Itulah indikator keberhasilan usaha agribisnis secara ekonomi.

            Lah kok ada istilah “secara fakta ekonomi”?, masih ada secara lainnya??. Ya masih ada, yaitu yang disebut “secara sosial spiritual”. Mengapa ada istilah berhasil sementara (ajebos gen), setelah itu kembali gagal. Atau mungkin dikatakan tidak langgeng keberhasilannya. Karena, pengusaha agribisnis belum melakukan kaidah-kaidah atau keyakinan sempurna, yang dikatakan baik secara utuh.

            Usaha agribisnis juga harus memenuhi kaidah etika sosial. Maksudnya, para pelaku usaha agribisnis hendaknya menerapkan prinsip-prinsip Tri Kaya Parisuda, yakni pikiran yang suci dalam memulai atau menjalankan kegiatan usaha agribisnis, dengan doa-doa suci (Manacika); mengucapkan kata-kata yang baik, enak didengar orang, dan menyenangkan pelanggan sehingga terjalin komunikasi yang baik dengan semua pelanggan juga, sesama karyawan (Wacika); dan melakukan kegiatan usaha, melaksanakan manajemen usaha, dan realisasi kesepakatan atau janji secara baik dan benar (Kayika). Maksud hati melaksanakan ajaran Tri Kaya Parisuda, namun tidak semudah yang diucapkan, kenapa?. Karena ada konsep Tri Mala (kekotoran pikiran), yang patut disingkirkan atau dihindari semaksimal mungkin oleh pelaku usaha agribisnis, yakni: Mitya Hrdaya (kebiasaan berpikiran buruk sangka), Mitya Wacana (kebiasaan berkata sombong, suka bohong), dan Mitya Laksana (kebiasaan berbuat tidak sopan, kurang ajar yang membuat orang lain tidak senang). Ketiga kekotoran jiwa itu hendaklah dibersihkan dengan cara meningkatkan kesadaran untuk mengendalikan diri,  memahami konsep-konsep etika dan etiket yang dapat mencitrakan diri menjadi pengusaha agribisnis yang baik atau buruk. Perilaku buruk akan dapat pula dikendalikan oleh ajaran Tat Twam Asi, artinya jika kita tidak ingin diperlakukan jelek oleh orang lain, maka janganlah pula berperilaku buruk kepada orang lain. Bila kita ingin disayangi oleh mereka, maka terlebih dahulu kita harus menyayangi mereka (Sumber sastranya adalah Lonta Widisastra, Kekawin Nitisastra, dan Bhagawadgita XVII, 14-16).

            Masih ada banyak lagi etika yang patut dipahami dan dijalankan oleh para pengusaha agribisnis, antara lain yang disebut Sad Ripu (enam sifat kesombongan yaitu kama, lobha, kroda, mada, matsarya, dan moha). Menjadi pelaku usaha agribisnis hendaknya menjadi sombong atau angkuh. Promosi mengatakan produknya terbaik disertai bukti kuat, ya tentu boleh, asal jangan bohong. Karena itulah diperlukan kemampuan pegendalian diri dalam berbisnis, agar usaha agribisnisnya menjadi langgeng.

            Pengendalian diri tidak efektif dilakukan bila tidak disertai komitmen penuh dari dalam diri sendiri yang disebut motivasi intrinsik.  Komitmen yang muncul dari dalam diri sendiri yang juga sering dikatakan sebagai janji atau tekad atau niat untuk mampu berbuat, mampu mengatur diri dengan lebih ketat (disiplin diri), mengekang diri sekaligus menjauhi larangan agama sebagai norma kehidupan. Pengekangan diri pada tahap awal disebut Dasa Yama Brata, yakni: Anrsangsya (tidak mementingkan diri sendiri saja), Ksama (suka mengampuni dan tahan uji menghadapi pasang surutnya kehidupan), Satya (jujur, setia, tidak ingkar janji), Ahimsa (kasih kepada mahluk lain, tidah menyiksa, tidak mebunuh tanpa alasan), Dama (sabar, mampu menasehati diri sendiri, menguasai indrianya atau nafsunya), Arjawa (berpegang tegung pada kebenaran), Priti (sangat welas asih, cinta dan kasih sayang kepada mahluk hidup), Prasada (berfikir dan berhati suci tanpa pamrih), Madhurya (muka manis, ramah tamah, sopan santun), dan Mardawa (kelembutan hati, rendah hati, tidak sombong) (Sumber sastranya adalah Sarasamuscaya 258-260).

            Untuk mencapai keberhasilan usaha agribisnis yang lebih baik, maka perlu dilakukan kepemimpinan yang berlandaskan Catur Naya Sandi, yakni empat cara kepemimpinan bagi manajemen usaha agribisnisnya, yakni: Sama (pemimpin selalu waspada dan siap siaga untuk menghadapi segala ancaman), Bheda (pemimpin memberikan perlakuan yang sama dan adil dalam melaksanakan aturan bisnis), Dhana (pemimpin mengutamakan sandang, pangan, pendidikan dan papan bagi karyawannya, serta memberikan penghargaan bagi karyawan yang berprestasi), dan Danda (pemimpin menghukum secara adil kepada semua karyawan yang berbuat salah sesuai dengan tingkat kesalahan yang diperbuatnya). Nah, itulah hal-hal yang menyangkut hubungan manusia dengan sesama manusia.

            Sudah cukupkah?, jawabnya belum. Pelaku usaha agribisnis juga perlu paham dan memperhatikan yang namanya “hukum keseimbangan kosmik” (Rna). Dalam hukum fisika kimia disebut “aksi rekasi”.  Juga mirip dalam Hukum keseimbangan kosmik, bahwa partikel-partikel elektron yang jumlahnya miliaran di alam semesta ini menjadi berubah bila ada aksi, karena itu pasti akan timbul rekasi alam. Agar tida terjadi pengaruh buruk terhadap usaha agribisnisnya, maka haruslah dilakukan upaya menyeimbangkan kembali keguncangan partikel elektron yang terjadi. Caranya dengan melakukan upacara Bhuta Yajna yakni yakni “Ritual Caru”, selanjutnya rutin segehan manca warna. Kehadapan Tuhan juga dilakukan Dewa Yajna (setidaknya banten pejati). Begitulah keyakinan Hindu, sehingga keseimbangan antara manusia dengan Tuhannya, dengan sesama manusia, dan dengan alam lingkungan hidupnya terjalin dengan baik. Konsep itu disebut Tri Hita Karana. Semoga dg perdekatan spiritual, para pelaku usaha agribisnis menjadikan usahanya lebih sukses. Salam Bravo

2 Replies to “Pendekatan Spritual Untuk Meningkatkan Kinerja Usaha Agribisnis Peternakan

  1. Bagus nika Dewa, teruskan, lanjutkan. Dewa bisa cari sumber data di HKTI.

  2. Sangat inspiratip dan membuka kesadaran diri dalam berusaha….terimakasih pencerahannya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *