Sejak pagi hari pada hari raya penampahan Galungan warga di Bali khususnya umat hindu sudah disibukkan dengan aktifitas tradisi hari raya penampahan galungan.
Penampahan Galungan jatuh setiap enam bulan sekali, tepatnya saat anggara wage, wuku dunggulan, atau sehari sebelum hari raya galungan. Hari ini merupakan serangkaian hari raya Galungan yang ditandai dengan pemotongan babi yang kemudian dilanjutkan dengan tradisi mebat dan ngelawar.
Seperti umat hindu di kawasan denpasar ini, sejak pagi seluruh anggota keluarga bersama bahu-membahu mempersiapkan berbagai sarana penampahan Galungan seperti tradisi ngelawar yang tidak pernah dilewatkan.
Menurut salah satu warga umat hindu Bali , sukaryono menjelaskan ia mempersiapkan bahan ngelawar, seperti daging babi, daging ayam, sayur nangka muda dan sayur kacang panjang. Setelah direbus bahan ini dirajang dalam tradisi mebat, selanjutnya ngelawar dengan mencampurkan berbagai bahan tersebut dengan bumbu lawar yakni bumbu genep, cabai goreng, bawang merag dan bawang putih goreng, garam dan juga jeruk limau. Semua bahan diaduk menjadi satu, dan siap untuk disajikan untuk sarana upacara dan hidangan keluarga. Lawar juga biasa disajikan dengan sate daging.
Sebelum ngelawar, umat hindu saat penampahan Galungan juga melaksanakan mebanten jotan atau mebanten yang disebut banten bakaran oleh warga setempat. Banten bakaran ini berisi daging mentah, gara, jahe dan bawang merah. Banten ini bertujuan untuk memberikan sesaji kepada alam semesta sebelum mebat/ngelawar dimulai.
Setelah ngelawar, umat hindu di Bali khususnya pria juga mempersiapkan sarana penjor, dimana penjor merupakan simbul kemakmuran yang terbuat dari bambu, hiasan penjor, sampian penjor, janur, dedaunan dan sarana seperti kelapa, pisang, tebu dan juga jajanan. Melalui hari raya penampahan galungan, hendaknya umat dapat merenungi, dan berusaha untuk menyembelih sifat-sifat malas dan serakah yang mungkin masih melekat pada diri manusia.
