Sudut Pandang

SATGAS PERCEPATAN PENYERAPAN GABAH PETANI

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Apakah benar, salah satu kegagalan Perum Bulog sebagai operator dalam menyerap gabah dan beras hasil panen petani, dikarenakan Perum Bulog kalah bersaing dengan pedagang dan pengusaha perberasan ? Jawabannya tentu bisa macam-macam tergantung dari sisi mana mereka berada.

Berkaca kepada pengalaman tahun lalu misalnya, Perum Bulog terbukti tidak mampu berperan optimal dalam mengokohkan cadangan beras Pemerintah. Menipisnya cadangan beras Pemerintah di penghujung tahun 2022, menunjukkan ketidak-mampuan Perum Bulog menyerap gabah dan beras petani.

Kita tidak tahu dengan pasti, mengapa Perum Bulog seperti yang tidak berdaya menyerap hasil panen para petani. Dalam hal ini bisa saja terjadi, karena Perum Bulog tidak diberi keleluasaan membeli harga gabah dan beras petani, mengingat ada aturan harga yang harus dipatuhinya selaku Badan Usaha Milik Negara. Keliru sedikit bisa disemprot Aparat Penegak Hukum.

Para pedagang dan pengusaha perberasan, memiliki peluang lebih besar untuk memperoleh gabah dan beras ketimbang Perum Bulog. Bukan saja mereka berhak untuk memberi penawaran harga yang lebih tinggi ketimbang Perum Bulog, ternyata “kepanjangan tangan” mereka lebih diterima kehadirannya oleh para petani.

Suasana seperti ini, tentu perlu segera dirubah. Sebagai operator pangan di lapangan, Perum Bulog perlu mencari terobosan yang bersifat cerdas, agar kehadiran dan keberadaannya, betul-betul dapat diterima oleh petani. Perum Bulog penting meningkatkan empati, sehingga operator pangan ini menjadi sahabat setia petani.

Pengalaman penulis 40 tahun lalu, ada baiknya dijadikan bahan pencermatan bersama tentang pentingnya dibentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengadaan Pangan guna menyerap gabah dan beras hasil panen para petani. Langkah ini sangat direkomendasikan, karena dalam pelaksanaannya melibatkan banyak pihak.

Satgas yang terbentuk sebagai wujud kerja sama antara Bulog dengan IPB ini, mulai turun ke lapangan menjelang panen raya tiba. Para mahasiswa Semester akhir yang menjadi Satgas diharapkan mampu menerapkan hasil kuliahnya lewat pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi secara nyara di masyarakat.

Satgas pun beramai-ramai turun ke sawah sambil berkomunikasi intensif dengan petani, sekaligus mensosialisasikan apa yang dimaksud dengan Harga Dasar, Harga Atao, Tabel Rafraksi, Kadar Air 14 %, Butir Hampa 3 %, Kotoranb3 % dan lain sebagainya. Setiap hari Satgas membangun dialog interaktif dengan petani.

Komunikasi yang baik dan berkualitas antara Satgas dengan petani, pada akhirnya mampu menjalin persahabatan setia diantara mereka. Ke duanya sangat memelihara komitmen, sehingga saat panen raya tiba, tidak terjadi persaingan antara pedagang dengan Satgas. Hasilnya ternyata cukup menggembirakan.

Target pengadaan tercapai. Penyerapan terwujud. Gabah dan beras diperoleh dengan kualitas yang sesuai dengan Tabel Rafraksi. Satgas pun mampu menjalankan kehormatan dan tanggungjawab yang diembannya dengan baik. Inilah bentuk nyata kemitraan integratif dianrara oara pemangku kepentingan sistem perberasan.

Usulannya, mengapa sekarang Perum Bulog di seluruh Indonesia tidak membentuk Satgas Penyerapan Gabah dan Beras guna memperkokoh cadangan beras Pemerintah ? Bukankah akan lebih semarak jika Perum Bulog melakukan kerja sama dengan Perguruan Tinggi yang tersebar di seluruh Tanah Air dalam bentuk Satgas ?

Sebagai sebuah langkah guna membangun sinergitas dan kolaborasi antar pemangku kepentingan sektor perberasan, pembentukan Satgas Percepatan Penyerapan Gabah dan Beras hasil panen petani, merupakan pilihan yang dapat dijadikan kebijakan, strategi, program dan kegiatan dalam menjawab hasrat Pemerintah dalam memperkuat cadangan beras Pemerintah.

Memang terkadang Perum Bulog ditugaskan untuk melakukan impir beras dari berbagai negara produsen beras di dunia. Akan tetapi, Perum Bulog juga dituntut untuk tetap serius dalam nelakukan penyerapan gabah dan beras hasil panen para petani. Akan lebih afdol kalau Perum Bulog fokus kepada penyerapan gabah saja.

Panen Raya kini hampir selesai. Hasilnya terekam cukup berlimpah. Produksi per hektar relatif tinggi. Pertanyaannya adalah apakah penyerapan gabah dan beras yang melimpah ruah ini dapat digarap secara maksinal oleh Perum Bulog ? Jangan sampai Perum Bulog hanya sibuk memikirkan impor beras yang dalam tahun ini direncanakan sebesar 2 juta ton.

Perum Bulog kini tengah diuji. Kegagalan dalam mengokohkan cadangan beras Pemerintah sebagaimana target yang ditetapkan, diharapkan dapat menjadi proses pembelajaran bagi segenap keluarga besar Perum Bulog dalam membangun kinerja nya. Ke depan jelas harus lebih baik. Mungkinkan pembentukan Satgas menjadi solusi ?

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *