Sudut Pandang

GENJOT TERUS PRODUKSI PANGAN.

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

‘Tidak ada satu pun Pemerintahan di dunia yang bubar jalan karena kelebihan bahan pangan, namun sejarah mencatat, ada Pemerintahan yang bubar jalan karena kekurangan bahan pangan’. Itulah pangan. Komoditas yang selalu dibutuhkan oleh ummat manusia. Pangan tidak salah bila dikatakan sebagai komoditas politis dan strategis. Sebab, pangan erat kaitan nya dengan mati hidup nya suatu bangsa.

Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan telah mengamanatkan agar kita memiliki perencanaan pangan yang berkualitas. Perencanaan pangan, tetap harus mengacu kepada Undang Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Itu sebab nya, pendekatan teknokratik, partisipatif, top down-bottom up dan politis, harus tetap dijadikan titik kuat dalam merancang perencanaan pangan.

Terus terang, hingga kini bangsa kita belum memiliki perencanaan pangan sebagaimana yang diharapkan. Perencanaan pangan yang mesti nya utuh, holistik dan komprehensif masih belum dapat kita hasilkan. Kita tidak tahu dengan pasti apa yang menjadi alasan Pemerintah tidak menyusun nya. Yang jelas, baik di tingkat Nasional atau Daerah, perencanaan pangan yang berkualitas belum dapat kita wujudkan.

Di tingkat nasional, kini saat yang pas jika Bapenas bersama Badan Pangan Nasional mulai menyusun dan merumuskan petencanaan pangan berkualitas dengan melibatkan banyak pihak dalam menyiapkan kajian akademis nya. Sedangkan di Daerah, Bappeda dan Dinas Pangan/Ketahanan Pangan juga mulai membahas atau meng-fgd-kan soal perencanaan pangan berkualitas ini secara inten dan sungguh-sungguh. Namun begitu, koordinasi antara Pusat dan Daerah tetap harus dibangun.

Kalau dicermati tentang perencanaan pangan yang ingin dihasilkan, tentu diharapkan akan mengemuka menjadi landasan pijak pembangunan pangan di negara kita. Kita boleh menyetarakan perencanaan pangan ini ibarat “kompas” yang akan menuntun bangsa ini dalam nelakukan pengelolaan pembangunan pangan nya. Akan lebih afdol jika disiapkan pula peta jalan pencapauan nya.

Dari sekian banyak problema pembangunan pangan yang dihadapi, ketersediaan pangan dianggap sebagai masalah sekaligus tantangan yang perlu diselesaikan dengan segera. Ketersediaan pangan, khusus nya produksi yang dihasilkan dari dalam negeri, secara kemauan politik, kini benar-benar telah digaungkan Pemerintah. Ketersediaan pangan harus kita jadikan kebijakan suoer prioritas dalam pembangunan pangan saat ini fan masa depan.

Mengacu kepada peringatan yang disampaikan Badan Pangan Dunia (FAO), Pemerintah tidak mau main-main dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyat. Pemerintah juga tidak boleh setengah hati dalam menerapkan kebijakan yang bakal diambil nya. Ditengarai bakal terjadi nya krisis pangan global paska Pandemi Covid 19, menuntut kepada seluruh warga dunia untuk mulai berjaga-jaga sekira nya “warning” FAO itu benar ada nya.

Satu kata kunci untuk memberi solusi atas problema yang demikian, tetap berada pada produktivitas hasil pertanian pangan itu sendiri. Berdasarkan pengamatan yang menyeluruh tingkat produktivitas hasil pertanian bangsa kita tampak cukup menggembirakan. Hal itu seperti yang terlihat pada angka perhitungan BPS sejak tahun 2019, dimana saat itu padi produktivitas nya mencapai 5,11 ton/hektar dan meningkat 5,13 ton/hektar pada tahun 2020, kemudian meningkat lagi 5,22 ton/hektar pada tahun 2021.

Peningkatan produktivitas ini tetap harus terjaga dan harus terus ditingkatkan. Kita jangan pernah merasa lelah untuk terus berkreasi dan berinovasi dalam meningkatkan produktivitas ini. Modernisasi benih padi harus terus ditempuh, khusus nya dalam melahirkan benih yang super genjah dan semakin tahan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman. Pola tanam Indeks Pertanaman 400 yang kini diterapkan di banyak daerah, jangan sampai kendor lagi karena berbagai alasan. Peluang pengembangan padi hibrida, perlu terus digarap, sehingga kelebihan padi hibrida akan benar-benar dapat diradakan manfaat nya.

Bukan hanya benih yang butuh perhatian, namun yang nama nya pemupukan yang tepat sesusi spesifikasi lokasi, menjadi faktor penentu dalam meningkatkan produktivitas. Penyakit lama soal kelangkaan pupuk di saat petani membutuhkan, jangan sampai terjadi. Tata kelola pupuk bersubsidi, harus benar-benar ditangani dengan sungguh-sungguh. Jangan biarkan petani menjerit karena tidak ada pupuk di waktu musim tanam tiba. Pupuk harus selalu ada dan tersedia dengan baik. Kepada para pengambil kebijakan perpupukan di negeri ini, sepatut nya memberi kinerja terbaik nya bagi petani.

Yang tak kalah menarik nya untuk dicermati adalah kehadiran dan keberadaan para Penyuluh Pertanian dalam meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian ini. Dengan terbit nya Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2022 per 4 Maret 2022, fungsi Penyuluhan Pertanian bakal semakin diperkuat oleh Pemerintah. Penyuluhan Pertanian sebagai proses pembelajaran, pemberdayaan dan pemartaban petani, perlu digarap sedemikian rupa, sehingga mampu mempercepat perubahan perilaku para petani.

Penyuluhan Pertanian, bukan hanya diarahkan untuk meningkatkan produksi, namun juga harus mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara lebih berkualitas. Itulah salah alasan nya mengapa para Penyuluh Pertanian, baik yang di Pusat atau Daerah perlu terus ditingkatkan kapasitas dan kompetensi nya. Berbagai luka yang diderita para Penyuluh Pertanian, karena terbit nya Undang Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sudah saat nya dilupakan. Jadikan semua itu sebagai pengalaman yang sangat berharga bagi perjalanan Penyuluhan Pertanian di negeri ini.

Ada nya keinginan dari para Penyuluh Pertanian yang merasa gerah menjadi aparat daerah dan berharap dapat dikembalikan sebagai aparat Pusat, cukup baik untuk dijadikan bahan kajian bersama. Mengapa hal semacam ini bisa terjadi ? Bukankah yang nama nya aparat Pemerintah ditugaskan dimana pun sama saja ? Hanya cerita nya akan menjadi lain sekira nya ada hal yang membuat para Penyuluh Pertanian tidak senang jadi aparat daerah ? Apakah benar, ketimbang mengerjakan urusan Penyuluhan Pertanian, para Penyuluh Pertanian lebih banyak ditugaskan untuk menyelesaikan urusan administrasi ke proyekan oleh atasan nya ?

Jika demikian ada nya, jelas hal ini tidak bisa dibenarkan. Daerah sendiri harus pandai-pandai mengoptimalkan keberadaan para Penyuluh Pertanian. Tidak semua Penyuluh Pertanian senang dengan proyek, sekali pun hal itu dapat menambah penghasilan. Tapi masih banyak para Penyuluh Pertanian yang tetap konsisten menjalankan tugas dan kewajiban nya melaksanakan fungsi Penyuluhan Pertanian. Kita harus pahami kondisi yang ada, sehingga kehadiran para Penyuluh Pertanian, betul-betul dapat mendatangkan berkah kehidupan bagi para petani beserta keluarga nya.

Langkah Presiden Jokowi mengembangkan food estate di berbagai daerah, bukanlah tanpa pertimbangan mendalam. Presiden tahu persis bagaimana seharus nya kita bersikap dalam memperkuat ketersediaan pangan. Kita tidak boleh menjadikan pembangunan pangan sebagai pekerjaan sambilan. Sebab, sekali nya kita teledor dalam menerapkan kebijakan, maka yang bakal menanggung beban adalah anak cucu kita. Ayo genjot terus produksi pangan Nasional.

Penulis Adalah Ketua harian DPD HKTI JABAR.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *