Sudut Pandang

MENJAGA “KEPERKASAAN” PERTANIAN

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Dalam berbagai pidato nya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) kerap kali menyatakan pertanian itu perkasa.
Arti perkasa di Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kuat dan tangguh serta berani. Sinonim kata perkasa adalah bagak, bahadur, berani, jantan, kosen, perwira, bertenaga, energik, gagah, kuat, kukuh, tangguh.

Pernyataan SYL, tentu saja bukan tanpa alasan. Berkaca kepada perjalanan Covid 19, cukup argumentatif bila dikatakan pertanian itu perkasa. Bayangkan, ketika Covid 19 menyergap, hampir seluruh sektor pembangunan yang sifat nya strategis bertumbuh negatif. Hanya sektor pertanian dan industri digital yang mampu bertahan tumbuh positip.

Fakta ini menunjukkan sektor pertanian ternyata tetap ajeg menghadapi bencana dan tragedi kemanusiaan yang menyebabkan banyak nyawa manusia harus melayang itu. Sektor pertanian betul-betul jadi penyelamat pertumbuhan ekonomi bangsa. Akibat nya wajar jika banyak pihak yang berpandangan sektor pertanian adalah tulang punggung perekonomian bangsa.

Yang perlu menjadi percik permenungan kita bersama, pasti bukan hanya sekedar berbangga diri atas keperkasaan sektor pertanian, namun yang lebih utama untuk dilakukan adalah bagaimana kemampuan kita untuk menjaga dan memelihara keperkasaan itu sendiri. Langkah pelestarian keperkasaan inilah yang lebih penting diprioritaskan.

Bicara soal keperkasaan pertanian, jelas tidak mungkin lepas kaitan nya dengan yang nama nya petani. Kiprah petani jadi kata kunci keperkasaan tersebut. Tanpa petani, tidak mungkin pertanian bakalan maju, apalagi perkasa. Para petani inilah yang berjuang keras menghasilkan produksi pertanian menuju swasembada.

Keperkasaan pertanian, rupa nya bukan hanya diukur oleh kemampuan nya bertumbuh positip disaat ada nya serangan Covid 19, tapi juga dibuktikan oleh kemampuan kita dalam memproklamirkan Swasembada Beras 2019-2021. Prestasi ini benar-benar sangat membanggakan dan patut diukir dalam sejarah pembangunan pertanian di negeri ini.

Tidak mudah menjadi bangsa yang mampu berswasembada beras. Inilah kehebatan bangsa kita. Di saat bangsa-bangsa lain risau dengan “warning” FAO akan ada nya krisis pangan global, Indonesia malah mampu meraih swasembada beras. Produksi petani dalam negeri ternyata cukup berlimpah, sehingga mampu “membebaskan” bangsa ini dari impor beras.

Bagi bangsa ini, swasembada beras 2019-2021, bukanlah hal yang pertama kali kita raih. Pada tahun 1984, warga dunia sempat tercengang dan terbengong-bengong atas Proklamasi Swasembada Beras bangsa Indonesia. Bagaimana tidak akan tercengang ? Sebab, yang mereka ketahui, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara importir beras yang cukup besar di dunia.

Kisah sukses swasembada beras 1984, akhir nya merubah kesan warga dunia terhadap Tanah Merdeka ini. Dari importir menjadi negara yang berswasembada beras. Bahkan saat itu pun bangsa kita mampu membantu negara Ethopia yang sedang menghadapi bencana kelaparan, karena ada nya musim kering yang berkepanjangan ditambah ada nya perang saudara yang cukup lama.

Catatan kritis yang cukup menarik untuk dijadikan analisa lebih dalam adalah bagaimana upaya dan langkah menjaga keperkasaan pertanian ini ? Mampukah kita melestarikan swasembada beras yang telah dicapai ? Adakah terobosan cerdas yang dapat ditempuh Pemerintah agar pengalaman pahit Swasembada Beras 1984 tidak terulang lagi di masa kini ?

Sesungguh nya banyak langkah yang dapat dilakukan untuk menjawab persoalan diatas. Salah satu nya adalah perlu dijaga agar keperpihakan Pemerintah terhadap sektor pertanian jangan menjadi kendor. Pemerintah perlu tetap serius memberi dukungan nyata lewat beragam regulasi demi keberlangsungan sektor pertanian dalam panggung pembangunan.

Ada dua soal besar yang butuh penanganan cukup penting terkait dengan pelestarian swasembada beras dan menjaga keperkasaan pertanian ini. Pertama yang berkaitan dengan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Proses alih fungsi ini benar-benar harus dikendalikan dengan penuh rasa tanggungjawab. Ruang pertanian tetap harus dilestarikan. Ketegasan Pemerintah sangat dibutuhkan, guna menyelamatkan lahan pertanian yang tersisa.

Kedua, tentu saja terkait dengan alih generasi petani, khusus nya petani padi. Semakin meningkat nya anak muda pedesaan “hijrah” ke kota, karena enggan menjadi petani, tentu saja menjadi soal tersendiri bagi masa depan pertanian di negeri ini. Betapa ironis nya, bila negeri agraris tanpa petani. Atas hal ini, Pemerintah perlu mencari langkah cerdas, agar anak muda pedesaan, kembali mau menjadi petani.

Tanpa ada nya kesungguhan Pemerintah mengendalikan alih fungsi lahan dan memuluskan proses regenerasi petani, boleh jadi yang nama nya keperkasaan pertanian hanya tinggal cerita bagi anak cucu di kemudian hari. Untuk itu, memudarnya keperkasaan pertanian, jelas harus kita hindari. Pertanian perlu dijaga agar tetap perkasa. Pertanian tetap harus jadi kekuatan ekonomi bangsa dan negara.

Sebagai sumber kehidupan dan penghidupan masyarakat, pertanian tetap harus dijadikan sektor yang cukup strategis dalam melakoni kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Siapun yang diberi mandat oleh rakyat untuk mengelola negara dan bangsa tercinta, jangan sekali pun meminggirkan pertanian. Muliakan pertanian. Jaga kelestarian nya. Insha Allah pertanian akan tetap perkasa. (PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *