Sudut Pandang

DIBALIK NAIK NYA ANGGARAN KETAHANAN PANGAN 2023

oleh : ENTANG SASTRAATMADJA

Sebagaimana di rilis ANTARA, Kementerian Keuangan untuk anggaran tahun depan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 95 triliun untuk bidang ketahanan pangan 2023. Angka ini naik sekitar 0,9 persen dibanding tahun 2022 yang mencapai Rp 94,1 triliun. Tambahan anggaran ini dimaksudkan guna mendorong ketersediaan, akses hingga peningkatan kualitas pangan sebagai upaya menjaga ketahanan pangan nasional.

Perhatian Pemerintah terhadap pembangunan ketahanan pangan, sebetul nya bisa dipahami. Terlebih-lebih kalau dikaitkan dengan ada nya “warning” dari FAO yang merisaukan akan terjadi nya krisis pangan global paska sergapan covid 19 berakhir. Peringatan ini seperti nya cukup serius disikapi oleh para anggota FAO di seluruh dunia. Selain melakukan konsolidasi internal, mereka pun menyiapkan anggaran yang cukup dan proporsional.

Pembangunan pangan sendiri, kini memulai babak baru. Terbit nya Peraturan Presiden No. 66 Tahun 2021, urusan Pemerintahan di bidang pangan ditangani oleh Badan Pangan Nasional. Kehormatan dan tanggungjawab Badan Pangan Nasional untuk mengemban amanat yang cukup mulia ini, bukanlah hal yang dangat gampang untuk dibuktikan. Apalagi bila dikaitkan dengan pandangan Proklamator Bangsa Bung Karno sekitar 70 tahun lalu bahwa pangan menyangkut mati hidup nya suatu bangsa.

Soal ketahanan pangan sendiri, tentu akan selalu terkait dengan ketersediaan, akses dan pemanfaatan pangan. Ketahanan pangan yang kuat perlu ditopang oleh keberhasilan bangsa ini dalam meningkatkan produksi pangan secara signifikan. Untuk komoditas beras, yang selama ini menjadi makanan pokok sebagian besar warga bangsa, kita telah buktikan kisah sukses nya. Dengan diraih nya predikat Swasembada Beras, Indonesia divonis sebagai bangsa yang tangguh dalam membangun sistem pertanian dan pangan nya.

Senafas dengan jiwa yang melandasi lahir nya Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, urusan pangan strategis dapat diarahkan pada upaya pencapaian Swasembada, Ketahanan, Kemandirian dan Kedaulatan Pangan. Ibarat satu tarikan nafas, “madhab-madhab” pembangunan pangan diatas, penting dirajut ke dalam suatu “mind-set” yang utuh, holistik dan komprehensif. Inilah satu alasan nya, mengapa pembangunan pangan perlu digarap melalui pendekatan multi-sektor dan tidak sektoral.

Sekitar 4 bulan lalu soal anggaran ketahanan pangan ini sempat dipertanyakan oleh Presiden Jokowi. Dalam satu kesempatan, Presiden Jokowi mempertanyakan hasil pembangunan ketahanan pangan yang dinilai telah banyak menyerap anggaran pembangunan. Lebih dari 90 trilyun rupiah, anggaran digelontorkan untuk ketahanan pangan. Pada saat membuka sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin, 20 Juni 2022, Presiden Jokowi menagih hasil nyata dari penyaluran anggaran ratusan triliun untuk program ketahanan pangan.

Sebagai data, Jokowi kemudian merincikan sebaran anggaran pangan puluhan triliun. Pertama, anggaran Rp 36,6 triliun disebar untuk berbagai kementerian. Kementerian Pertanian mendapatkan anggaran Rp 14,5 triliun; Kementerian Kelautan dan Perikanan Rp 6,1 triliun; Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Rp 15,5 triliun; dan kementerian lainnya Rp 600 miliar.

Kedua, anggaran senilai Rp 33,8 triliun. Anggaran itu dialokasikan untuk subsidi pupuk Rp 25,3 triliun; cadangan beras Rp 3 triliun; belanja stabilitas harga pangan Rp 2,6 triliun; dan belanja cadangan subsidi pupuk Rp 2,9 triliun. Dan ketiga adalah anggaran sebesar Rp 21,9 triliun. Pos anggaran ini tersebar untuk dana alokasi khusus (DAK) fisik Rp 8,1 triliun, DAK non-fisik Rp 2,2 triliun, dan sisanya dana desa.

Meningkat nya anggaran ketahanan pangan 2023, tentu harus disertai dengan semakin membaik nya kinerja Pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan bangsa yang semakin berkualitas. Hadir nya Badan Pangan Nasional diharapkan mampu tampil menjadi “penggerak utama” pembangunan ketahanan pangan, baik di tingkat Pusat atau Daerah.

Badan Pangan Nasional yang oleh Peraturan Presiden No. 66 Tahun 2021 dititipi 11 fungsi utama, dituntut untuk berkiprah secara cerdas dalam melaksanakan koordinasi kebijakan dan koordinasi pelaksanaan di lapangan. Sebagsi simpul koordinasi pembangunan pangan antar Kementerian/Lembaga mau pun Pusat dan Daerah, lembaga pangan tingkat nasional ini perlu memberi arah kebijakan yang jelas dan tegas dalam upaya penanganan soal ketahanan pangan.

Keseriusan Pemerintah memperkokoh ketersediaan pangan, baik melalui peningkatan produksi yang dihasilkan oleh para petani dalsm negeri atau pun melalui peningkatan cadangan pangan, pada dasar nya merupakan langkah yang pantas diberi acungan jempol. Begitu pun dengan lahir nya kemauan politik untuk mengembangkan “food estate” berbagai komoditas pangan di banyak daerah.

Yang menarik untuk dijadikan bahan diskusi adalah bagaimana dengan kenyataan nya di lapangan. Apakah pelaksanaan “food estate” ini sesuai dengan apa yang direncanakan atau tidak, dimana sekarang ini terdengar suara-suara sumbang terhadap perkembangan food estate di lapangan ? Jika hal ini benar ada nya, maka menjadi tugas kita bersama untuk memperbsiki kelemahan dan kekurangan nya.

Kini inti masalah nya sudah mulai tergambarkan. Ketahanan pangan sebagaimana diatur dalam Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, disepakati sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Pengertian ini memberi gambaran kepada kita, ketahanan pangan bukanlah kondisi yang dapat diukur secara matematik. Ketahanan pangan sendiri dapat dicermati dari aspek ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan nya. Masing-masing aspek tentu memiliki ukuran dan indikator masing-masing. Hanya, bila kita selisik apa yang menjadi indikator kinerja dalam bingkai Pemerintahan, maka keberhasilan pembangunan ketahanan pangan, akan dinilai lewat Skor Pola Pangan Harapan (PPH).

Tambahan anggaran untuk ketahanan pangan, mesti nya akan diikuti dengan semakin membaik nya Skor PPH. Akan tetapi, jika akhir nya Skor PPH tidak menunjukan angka perbaikan, berarti ada yang keliru dalam Tata Kelola Pangan itu sendiri. Semoga bukan ini yang terjadi.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *