Gianyar, Pemerintah Provinsi Bali direkomendasikan untuk mengoptimalkan peran penyuluh pertanian lapangan (PPL) dalam upaya mewujudkan pertanian organik di Bali. PPL menjadi ujuk tombak dalam dalam membimbing dan menjadi guru bagi petani dalam pendidikan non formal, khususnya terkait implementasi konsep pertanian organik di lapangan.
“Melalui PPL-lah konsep pertanian organik yang ingin diimplementasikan atau ditargetkan pemerintah disampaikan ke petani. Sehingga sudah selayaknya pemerintah memperhatikan dan memberikan dukungan, baik berupa konsep, timeline dan tahap pencapaian pertanian organik kepada PPL” kata Akademisi Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa (FP-Unwar), I Nengah Muliarta disela-sela monev pengomposan di Subak Telun Ayah, Tegalalang, Gianyar pada Sabtu (25/6).
Menurut Pria asal Dawan-Klungkung yang juga merupakan Ketua Dosen penggerak Prestasi Mahasiswa FP-Unwar ini, PPL memegang peran sentral karena menjadi agen bagi perubahan prilaku petani, sehingga mampu mendorong petani untuk mengubah prilaku menuju pertanian organik. Salah satu contohnya Penyuluh harus mampu memberikan praktek demontrasi tentang suatu cara atau metode pembuatan pupuk organik
“Penyuluh dituntut mampu mengatasi hambatan dalam mewujudkan pertanian organik di Bali, sewajarnya diberikan dukungan materi dan peralatan untuk mendukung tugas dalam menyampaikan target tersebut. Jangan sampai target pertanian organik, tetapi konsep, timeline dan tahapan pelaksanaan tidak ada sampai ke penyuluh” ujarnya.
Muliarta menegaskan dalam menyampaikan target kebijakan pertanian organik, PPL dituntut mampu mengatasi permasalahan limbah pertanian dan mengolah limbah pertanian menjadi pupuk kompos, sehingga terjadi pengurangan penggunaan pupuk anorganik karena adanya pemanfaatan pupuk organik. Jangan sampai kemudian PPL tidak mampu memberikan teknik pengomposan kotoran ternak atau pengomposan jerami padi serta limbah pertanian lainnya.
Ia mencontohkan dalam sebuah penelitian survey di Kabupaten Klungkung tahun 2017, Petani belum ada yang mengomposkan jerami padi yang dihasilkan dan lebih dari 30 persen petani membakar jerami. Hasil penelesuran ternyata petani mengaku belum pernah mendapatkan pelatihan pengomposan jerami padi dan hanya diberikan pelatihan pengomposan kotoran ternak. Saat dilakukan survey terhadap PPL, hasilnya juga PPL mengakui tidak ada melakukan pemberian teknik pengomposan jerami padi ke petani.
“ini ada ketimpangan, target pertanian organik tetapi langkah-langkah menuju pertanian organik belum terorganisir” tegas Pria yang saat ini menjadi Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali.
Muliarta menambahkan jika Bali serius pada usaha mewujudkan pertanian organik, seharusnya mulai ada kejelasan, salah satunya mengenai tahap pengurangan penggunaan pupuk anorganik dan peningkatan pemakaian pupuk organik. Langkah lainnya yaitu adanya perubahan subsidi dari pupuk anorganik ke pupuk organik bagi petani.