Uncategorized

HENTIKAN ALIH FUNGSI LAHAN !

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Kementerian Pertanian (Kementan) menilai laju alih fungsi lahan pertanian untuk pemukiman dan bisnis mengalami percepatan cukup signifikan, seiring meningkatnya populasi penduduk di Indonesia. Jika tetap dibiarkan tanpa penanganan, kondisi itu akan mengganggu kondisi ketahanan pangan nasional. Lebih jauhnya, Indonesia tak bisa swasembada pangan karena akan mengandalkan pasokan import.

 Ketika berkampanye dalam Pemilihan Presiden 2024 lalu, pasangan Prabowo/Gibran menyampaikan 17 program prioritas guna mewujudkan Visi dan Misinya. Salah satu program prioritas yang dikemukakan adalah "mencapai swasembada pangan, energi dan air". Khusus untuk pencapaian swasembada pangan, ketersediaan lahan pertanian menjadi sangat penting. Itu sebabnya, lahan pertanian yang tersisa wajib hukumnya untuk dijaga dan dilindungi.

 Membabi-butanya alih fungsi lahan pertanian, mulai terasa dalam beberapa tahun belakangan ini. Seabreg aturan yang ada, mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota, seolah-olah tak berdaya menghadapi oknum-oknum yang ingin mengalih-fungsikan lahan pertanian produktif untuk digunakan peruntukkan lain.

Suasana ini, tentu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Apapun alasannya, soal alih fungsi lahan harus bisa dikendalikan. Pemerintah dengan kekuasaan dan kewenangan yang digenggamnya, tidak boleh kalah oleh keuletan dan kegigihan pebisnis yang ingin mengalih-fungsikan lahan pertanian produktif untuk kepentingan lain. Lebih sedih lagi bila ada oknum Pejabat yang tidak tahan godaan harta dan wanita.

 Tekanan jumlah penduduk yang tak terkendali dan membutuhkan tempat tinggal, untuk beberapa daerah pengembangan kota seperti Bekasi, Tangerang dan Bogor, diduga menjadi incaran para pebisnis perumahan dan pemukiman. Para pengembang perumahan pasti akan menggunakan segala macam cara untuk mengalih-fungsikan lahan demi kepentingan bisnis perumahan/pemukimannya.

 Tak kalah serunya, sikap para pengusaha sektor perdagangan dan industri yang berjuang keras untuk membangun kawasan industri berskala internasional. Dengan kepiawaiannya, pelan tapi pasti, mereka mampu meminggirkan petani ke daerah pinggiran perkotaan. Petani pun terlihat senang-senang saja, karena mendapat uang pengganti dari lahan yang dijualnya.
 Yang tidak habis pikir, banyak lahan pertanian produktif yang terpaksa mesti berubah fungsi karena tuntutan pembangunan infrastruktur dasar. Coba kita cermati, berapa luas lahan produktif yang digunakan untuk pembangunan bandara internasional. Lalu, berapa luas juga yang digunakan untuk pembangunan pelabuhan berkelas dunia.  Berapa luas lahan pertanian yang tergerus untuk pembangunan jalan tol dan lain-lain.

 Alih fungsi lahan ataupun alih kepemilikan lahan yang tak terkendali dengan baik, menjadi faktor penyebab utama kegagalan menggenjot produksi beras setinggi-tingginya menuju swasembada. Persoalannya menjadi semakin merisaukan ketika diketahui, anggaran Pemerintah untuk Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional mengalami penurunan dengan angka cukup signifikan.

 Persoalannya, apakah program prioritas mencapai swasembada pangan akan terwujud, jika anggaran Pemerintah untuk meningkatkan produksinya dikurangi cukup besar ? Jawabnya tegas : jelas tidak ! Sebab, pengalaman selama ini menunjukkan antara jumlah anggaran dengan peningkatan produksi beras, memiliki koralasi yang positip.

 Meningkatnya anggaran pembangunan yang dikucurkan, mestinya akan mampu meningkatkan produksi. Sebaliknya, jika anggaran Pemerintah diturunkan, bayang-bayang kegagalan nenggenjot produksi, sudah tampak di pelupuk mata. Jadi, sangat keliru, bila kita berkeinginan meraih swasembada pangan, ternyata Pemerintah malah menurunkan anggaran untuk sektor pertanian.

 Terlepas dari apapun yang menjadi pertimbangannya, langkah menurunkan anggaran Pemerintah terhadap Kementerian yang memiliki tugas fungsi meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian, padahal pasangan Prabowo/Gibran telah berkeinginan untuk mewujudkan swasembada pangan, maka hal ini identik dengan penjegalan terhadap program prioritas yang telah disampaikannya saat kampanye Pilprez 2024 dilaksanakan.

 Menteri Pertanian Amran Sulaiman sendiri, telah membuat pengakuan jujur terkait adanya 10 penyebab utama turunnya produksi beras tahun ini. Salah satu penyebabnya diakui karena adanya penurunan pagu anggaran di Kementerian yang dipimpinnya. Oleh karena itu, dengan adanya info "pengurudan" anggaran Kementerian Pertanian, dapat dipastikan swasembada pangan susah untuk diwujudkan selama 5 tahun ke depan.

 Lalu, bagaimana dengan program prioritas Prabowo/Gibran yang dalam 5 tahun ke depan ingin mencapai swasembada pangan ? Jawaban ini kelihatannya yang patut dicarikan solusi cerdas dan bernas, agar upaya swasembada pangan tetap bisa kita raih. Pertanyaannya, mungkinkan swasembada pangan akan dapat dicapai, kalau anggarannya dikurangi ?

 Masalahnya tentu akan semakin rumit, selain anggaran berkurang, ternyata alih fungsi lahan pertanian dan alih kepemilikan lahan petani terus berlangsung. Itu sebabnya, kalau sekarang ada rencana untuk melahirkan aturan pelarangan alih fungsi lahan, tentu hal itu patut kita sambut dengan gembira. Bahkan mau tepuk tangan meriah pun pasti tidak bakal dilarang.

 Hentikan alih fungsi lahan sesegera mungkin. Kita jaga lahan pertanian produktif yang masih tersisa. Boleh saja kita mencari lahan baru untuk menggenjot produksi. Namun, kita pun berkewajiban untuk melestarikan lahan yang ada. Jangan sampai ada oknum Pemerintah yang tergoda memberi ijin alih fungsi, hanya karena mengejar kepentingan sesaat. 

Ayo kita tegas berkumandang stop alih fungsi lahan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *