OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Hari ini kembali segenap komponen bangsa akan memperingati Hari Sumpah Pemuda yang ke 96 tahun. Peringatan Hari Sumpah Pemuda kali ini, terasa kurang menggeliat, sehingga suaranya nyaris tak terdengar. Sebagian besar masyarakat terlihat lebih tertarik mendengar berita retreat nya para Menteri, Wakil Meneri, Utusan Khusus Presiden, Kepala Badan dan lain-lain yang tergabung dalam Kabinet Merah Putih bentukan Presiden Prabowo, di Bukit Tidar, Magelang.
Peringatan Sumpah Pemuda sendiri, jelas bukan hanya melakukan percik permenungan atas makna "satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa, yaitu Indonesia", namun sudah sepatutnya bila laum muda masa kini pun mampu memberi dan melahirkan gagasan segar, pemikiran cerdas dalam melaksanakan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermayarakat.
Menurunnya minat kaum muda untuk berprpfesi sebagai petani padi misalnya, jelas hal ini merupakan problem yang jangan dianggap enteng. Terlebih jika para petani padi yang sekarang ada, rata-rata usianya sudah diatas 50 tahun. Kalau kaum muda, khususnya yang tinggal di pedesaan, enggan menjadi petani, malah memilih untuk migrasi ke kota-kota besar, maka siapa yang akan meneruskan profesi petani itu sendiri.
Itu sebabnya, akan lebih keren, jika dalam memperingati Hari Sumpah Pemuda 2024 ini, kaum muda di negeri ini mampu tampil menyampaikan pemikiran cerdasnya, terkait dengan strategi dan proses regenerasi petani padi. Ini penting, karena bangsa ini, kini lagi membutuhkan kehadiran kaum muda yang mau berkiprah menjadi petani padi.
Masalahnya menjadi semakin menarik untuk diselami lebih dalam, setelah diketahui Kabinet Merah Putih bentukan Presiden Prabowo ini, telah mempripritaskan pencapaian swasembada pangan sebagai salah satu program prioritas 5 tahun ke depan. Omong kosong swasembada pangan, khususnya beras tercapai jika tidak ada petani ua.
Dihadapkan pada persoalan yang demikian, ada baiknya Kementerian Pertanian membangun sinergi dan kolaborasi dengan Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Para petinggi di Kemenpora, wajib memberi masukan kepada pejabat Kementerian Pertanian, untuk mendapatkan informasi, bagaimana sebetulnya penilaian kaum muda terhadap sektor pertanian ?
Apa sebetulnya yang jadi penyebab utama kaum muda perdesaan tidak tertarik untuk bekerja sebagai petani padi ? Apakah dikarenakan penghasilan nya yang tidak menjanjikan, sehingga kau muda sangat sulit untuk berubah nasib ? Atau ada faktor lain yang membuat kaum muda menjadi alergi jika harus turun ke sawah ? Jawaban inilah yang paling dibutuhkan saat ini.
Masalah lain yang cukup serius untuk ditangani dalam tempo sesingkat-singkatnya adalah sikap para orang tua yang profesinya sebagai petani padi, kini melarang anak-anak nya untuk menjadi petani padi. Para orang tua ini, tidak rela jika anak-anak kesayangannya bekerja jadi petani. Mereka lebih ikhlas menjual sebagian sawahnya, hanya untuk membiayai anak-anaknya sekolah menempuh jenjang yang lebih tinggi.
Sebagai petani padi, para orang tua ini merasakan betul bagaimana pahitnya melakoni kehidupan. Hasrat untuk berubah nasib sangat sulit untuk dilakukan. Mereka mengenal betul bagaimana petani padi terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan yang tidak berujung pangkal. Mereka juga tahu persis, hidup yang dijalaninya hanya sekedar menyambung nyawa belaka.
Petani padi, khususnya petani gurem (memiliki lahan pertanian rata-rata 0,3 hektar) dan petani buruh (sama sekali tidak memiliki lahan pertanian), memang hidup cukup memprihatinkan.
Keterbatasan lahan yang dimiliki, menjadi salah satu faktor yang membuat mereka susah untuk berubah kehidupan. Mereka tetap miskin, melarat dan sengsara.
Gambaran kehidupan seperti ini, kini sudah transparan. Setiap anak bangsa, umumnya paham betul, menjadi petani padi, bukanlah pilihan yang tepat bagi kaum muda untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera. Terlalu banyak tantangan dan rintangan yang harus dihadapi, disamping keterbatasan lahan pertanian sebagai penyebab utamanya.
Kondisi seperti ini, tentu sangat tidak baik, jika dibiarkan berlarut-larut, tanpa ada ikhtiar untuk mencarikan jalan keluar terbaiknya. Bila yang jadi akar masalah nya, dikarenakan tingkat penghasilan yang rendah, Pemerintah perlu membuat jaminan bahwa penghasilannya selaku petani padi bakal membaik dan layak untuk dapat hidup di Tanah Merdeka.
Jaminan semacam ini penting disampaikan secara transparan, sehingga siapa pun yang berprofesi sebagai petani padi, nasib dan kehidupannya tidak akan menderita. Pertanyaan kritisnya adalah apakah Pemerintah berkenan untuk melahirkan komitmen jaminan yang demikian, sekaligus dengan tahap-tahap penerapannya di lapangan ?
Akhirnya, penting diutarakan, dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda ke 96 tahun, mestinya ada kesepakatan antara Kementerian Pertanian sebagai "prime mover" teknis pemcapaian swasembada pangan dengan Kementerian/Lembaga terkait lain, agar program swasembada pangan bisa lebih menapak bumi. Salah satunya dengan Kementerian Pertanian dan Olah Raga, dalam hal regenerasi petani.
Ayo bergerak, jangan sampai terlambat.